Tuesday, July 6, 2010

Semua hal dimakan oleh zaman. Entah dimakan atau termakan. Setuju?

Memasuki era globalisasi, kecanggihan teknologi semakin membabi buta. Dan orang-orang seperti saya kewalahan untuk beradaptasi dengan kemodernan semacam itu.

Alat komunikasi yang disebut dengan 'BB' menghujam halayak ramai. Seperti penyedap rasa merk baru yang dalam waktu singkat berhasil digandrungi ibu-ibu rumah tangga yang meyakini bahwa masakan mereka seakan gempar gembira dengan kehadiran penyedap tersebut.

Jika belum ada alat komunikasi yang sanggup menyaingi BB dalam 3 tahun ke depan, bisa saya tebak, mungkin silsilah pengisian riwayat hidup sudah bukan lagi seperti ini;

Nama:
Tempat, tanggal lahir:
Alamat:
No. Telp:

Melainkan;

Nama:
Tempat, tanggal lahir:
Alamat:
Pin BB:

Kerap saya juga melihat anak-anak hiperaktif, seperti balita atau anak usia tanggung diatas lima tahun, yang sedang mengacak-acak barang-barang pertokoan yang membuat risih para pengunjung dan membuat jidat para karyawan toko mengkerut. Ibunya hanya memberi peringatan dengan suara melengking, tapi acuh:

"Hey.. Hey.. Dimas.. Dimas.. Jangan gitu, nak.."

Dengan kedua mata sang ibu yang tidak lepas dari layar BB, dan jari-jari sang ibu yang sibuk memijat tombol-tombol qwerty mungil.

Bayangkan jika dalam tiap satu kelurahan ada 15 toko yang diacak-acak anak-anak hiperaktir setiap harinya, dan 10 diantara ibu mereka seperti ini.

Saya bukan salah satu ekstrimis anti BB atau sejenisnya. Hanya kebetulan saja saya bukan pengguna BB, dan maraknya BB membuat saya tertarik menjadikannya sebuah topik di blog ini.

Kalau yang sedang marak adalah sebuah robot pemuas sex bernama 'Tongtong', mungkin itu yang akan saya jadikan topik.

Ha ha ha.

Beberapa hari ini saya disibuki dengan kegiatan-kegiatan kurang menyenangkan dan mau tidak mau harus berkerjasama dengan tokoh masyarakat yang sedikit pemalas.

Kecerobohan saya menyebabkan saya harus kehilangan dompet yang berisi uang tunai yang nominalnya cukup untuk membayar uang muka cicilan handphone. Saya juga kehilangan KTP, kartu ATM, kartu Ujian Saringan Masuk suatu universitas yang nantinya harus dipergunakan untuk daftar ulang, dan semua koleksi pas foto saya. Saya punya kebiasaan aneh mengumpulkan pas foto orang-orang.

Makanya akhir-akhir ini saya disibuki kegiatan 'sial' dan terpaksa bekerja sama dengan tokoh masyarakat yang sedikit kurang rajin.

Contoh; polisi-polisi gaji buta yang menyukai kolusi, saya membutuhkan mereka untuk membuat laporan kehilangan. Ketua RT kecamatan daerah saya yang selalu mengangkat telepon saya dengan suara seperti kondisi orang bangun tidur, ayah saya juga yakin pasti dia baru bangun tidur, saya membutuhkannya untuk membuat KTP baru. Belum lagi orang-orang kelurahan yang pelayanan jasanya tidak seperti yang kita harapkan.

Saya menjadi erat dengan pengisian biodata.

Lebih dari 5 kali saya mengulang nama saya sendiri, lebih dari 5 kali mendengar orang-orang melafalkan nama saya dengan terbata-bata, lebih dari 2 kali ke kantor polisi terdekat dan menjumpai mereka sedang duduk menghisap rokok.

Ada satu yang saya suka. Polisi tua dengan batu cincin ala Tesi di jarinya, mengetik sambil menanyakan data-data saya, suara dan cara berbicaranya khas seorang kakek dari Jawa, dan menolak pemberian upah di akhir. Waw, ini baru polisi! :)

Tapi masih untung saya hanya memergoki mereka duduk di dalam ruangan ber-AC dan menghisap rokok. Coba jika saya memergoki mereka duduk dengan tangan kiri mempertahankan rokok menyala dan tangan kanan megang BB.. Habis sudah riwayatku, Pak polisi..

Keeratan saya dengan pengisian biodata akhir-akhir ini menginspirasikan saya tentang 'Bagaimana jika sampai 3 tahun kedepan belum juga ada yang menyaingi alat komunikasi canggih ini dan pin bb akan dipertanyakan dalam pengisian riwayat hidup atau biodata atau semacamnya?'

Memang tidak mungkin dan tidak masuk akal.

Ini hanya khayalan anak muda yang baru saja kehilangan dompet.

0 Comments:

Post a Comment